Science Competition 3M, Bukan sekadar Kompetisi (Tr.Dista)
Science Competition yang diikuti Lazuardi GCS beberapa saat lalu, menjadi tolok ukur kreatifitas dan tingkat percaya diri siswa Lazuardi yang telah terbiasa belajar dengan pendekatan PBL. Berikut liputan Tr. Dista selaku pembimbingnya.
Penerapan pendekatan Project Based Learning di Sekolah Dasar memang bukanlah perkara mudah. Bahkan, bagi Lazuardi yang telah menjalankan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan ini sejak kurang leih 8 tahun terakhir. Di tengah hingar bingar Ujian Kelulusan berskala Nasional, PBL justru menitik beratkan pada kemampuan dan pengalaman belajar abad 21. Siswa diberikan banyak tantangan untuk menyelesaikan masalah untuk membuat sebuah produk yang bermanfaat nyata bagi kehidupan sehari-hari. Tentunya dengan banyak praktek dan pemahaman konsep.
Siswa-siswi Lazuardi memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda. Para guru pun berusaha untuk menyalurkan kemampuan tersebut sehingga semua siswa mendapatkan pengalaman terbaiknya. Bukan perkara siapa yang paling pintar. Tapi siapa yang berani mencoba, belajar menjadi lebih baik dan menerima resiko apapun yang terjadi pada dirinya dalam sebuah kompetisi.
Lantas apakah Lazuardi tidak takut kalah saing dengan sekolah lain? dengan nilai UN tertinggi di tingkatnya, jago berbagai ilmu pengetahuan bahkan bisa sampai tahap olimpiade.
Kompetisi memang diperlukan untuk membuat siswa keluar dari zona nyamannya, menyelesaikan masalah secara mandiri dan bersikap sportif. Tapi “menang perlombaan” bukanlah tujuan utamanya.
Lomba science, siapa takut?
Hal ini menjadi landasan saya dalam mengikutsertakan Ananda dalam perlombaan eksperimen sains pertama di Indonesia. Perlombaan ini dilaksanakan Oleh 3M Indonesia dan Doctor Rabbit. Perlombaan ini dilaksanakan dalam kelompok, mengasah kemampuan bekerja sama dan memecahkan berbagai masalah dikaitkan dengan teknologi. Kami mengikutsertakan 3 grup dalam Science Competition ini, mulai kelas 3-6. Lomba ini terdiri dari 4 tahap: Tahap berpikir logis, Percobaan Ilmu Dasar, Jelajah Ilmu Pengetahuan dan Digi Science. Digi Science nampaknya menjadi tahapan yang benar-benar baru ada di Indonesia, dimana siswa akan merekam dan mengedit video tentang apa yang terjadi selama mereka mengikuti lomba. Guru pembimbing maupun orang tua tidak boleh memasuki ruangan lomba.
Sesampainya di tempat lomba, seperti biasa saya menghampiri guru-guru pembimbing lain untuk sekedar bertegur sapa dan berbincang. Sejauh info yang saya dapatkan, hanya Lazuardi yang mengikutsertakan siswa kelas 3 dalam science competition ini. Sebagian besar mengikutsertakan kelas 5 dan 6 yang pengetahuannya sudah sangat mumpuni. Alih-alih merasa takut kalah, saya malah bersyukur karena hanya Lazuardi yang siap mengikutsertakan siswa dari kelas rendah.
saat yang menentukan
Science Competition ini berlangsung sangat seru hingga akhirnya pengumuman nilai keluar keesokan harinya. Dari total nilai yang ada, 1 kelompok dari sekolah kami hanya selangkah lagi bisa masuk ke semifinal, 10 besar. Walaupun tidak masuk 10 besar dari 68 grup, saya sangat terharu karena kelompok tersebut hanya terdiri dari kelas 3 dan 4. Bonusnya, kemampuan mengedit video kelompok tersebut dikatakan juri setara dengan karya setingkat Sekolah Menengah Kejuruan. Masya Allah.
Terlebih, satu kelompok lainnya dari Lazuardi mendapatkan nilai inovasi produk yang paling tinggi di antara kelompok yang ada. Di kala sekolah lain membuat produk dari model yang pernah ada di dunia maya, misalnya seperti model pernapasan, mobil sederhana dan sebagainya. Kelompok Lazuardi membuat water filter yang “direnovasi”. Biasanya water filter sederhana terbuat dari ijuk, arang, kerikil dan pasir. Karena bahan-bahan tersebut tidak ada, mereka menggantinya dengan sabut cuci piring, spons dan berbagai macam peralatan cuci piring dari 3M dan botol bekas.
Hal ini makin menguatkan pikiran saya bahwa tidak ada yang sia-sia dari hasil pembelajaran PBL di SD Lazuardi. Seringnya siswa memecahkan masalah dalam kelompok, menyampaikan ide, mengembangkan konsep, mencari info dan fakta sebanyak-banyaknya membuat siswa sangat terlatih dalam keterampilan abad 21 nya. Didukung oleh guru-guru yang bersemangat belajar, kepala sekolah dan orang tua yang sangat suportif serta lingkungan yang kondusif, karakter anak-anak semakin terbentuk dengan baik.
Luruskan niat, sempurnakan proses, jangan khawatirkan hasil. Allah SWT niscaya lebih melihat proses kita dalam berusaha daripada melihat hasil akhir yang telah kita dapatkan.