Enter your keyword

post

Quality Time with parents: mendidik anak secara islami

Quality Time with parents: mendidik anak secara islami

Ringkasan Diskusi Panel Interaktif, Quality Time with Parents,  Mendidik Anak Secara Islami, Lazuardi Global Compassionate School . Oleh Fatima Mutia, S.Hum

Mengangkat tema yang dinanti para orang tua: Mendidik Anak Secara Islami, acara Quality Time kali ini berlangsung secara interaktif. Mr. Sayed Hyder dan Pak Irfan Amalee sebagai narasumber didampingi oleh 3 orang lainnya sebagai anggota diskusi panel . Yaitu Ibu Ries Suryanita, Bapak Ary Lufty dan Ibu Mutia Shahab. Acara ini dikemas dengan sangat menarik dengan dimoderatori Ibu Elvira Khairunnisa.

5 Bahasa cinta

Di awal acara Pak Irfan Amalee mengawali dengan penjelasan tentang 5 bahasa Cinta. Sebelum mengajarkan anak tentang apapun, pertama kita harus pahami bahasa cinta anak terlebih dahulu. Hal ini, diperlukan agar kita paham bagaimana cara mendekati anak dengan efektif. Selanjutnya, Mr.Sayed Hyder menambahkan bahwa dalam pendekatan positive discipline ada istilah “Connect before Correct”. Dimana sebelum kita menasehati atau mengajarkan anak, kita harus menciptakan koneksi yang baik terlebih dahulu. Mengenai positive discipline sendiri, Mr. Sayed menganggap sebagai salah satu cara pendekatan psikologis yang paling sejalan dengan islam, karena teori ini mengajarkan disiplin dengan kelembutan.

5 Bahasa Cinta yang dibahas oleh Pak Irfan tadi adalah Words of Affirmation (Pujian atau Penghargaan secara Lisan), Act of Service (Pelayanan), Receiving Gifts (Menerima Hadiah), Quality Time (Menghabiskan Waktu Bersama), dan Physical Touch (Sentuhan dan Pelukan). Setiap orang memiliki bahasa cintanya sendiri-sendiri, dan ini adalah salah satu cara kita masuk kedalam dunia anak. Jika kita telah mengetahui bahasa cinta anak, maka akan lebih mudah untuk kita menanamkan nilai-nilai baik. 

tantangan orang tua dalam pengasuhan

Lewat cerita para anggota diskusi panel kita mendengar berbagai macam pengalaman dalam pengasuhan anak dengan latar belakang yang berbeda. Pak Ary dengan latar belakang keluarga yang beragam suku, ras dan agama dan bagaimana hal tersebut ikut membentuk pola asuhnya terhadap anak-anaknya. Menurut beliau itu merupakan salah satu alasan dia memilih sekolah islam untuk mendampingi pengasuhan ketiga putra-putrinya tersebut. 

Bu Ries Suryanita juga bercerita tentang prinsip pengasuhannya. Selain sekolah, Bu Ries memiliki perhatian mendalam pada asupan makanan anak. Menurut beliau, kita harus memastikan bahwa setiap anak memulai harinya lewat makanan sehat yang halal dan thoyyib. Berbekal makanan sehat yang dimasak oleh ayah atau ibunya, anak mampu menuntut ilmu dengan baik. 

Sementara Bu Mutia Shahab bercerita tentang tantangan pengasuhan anak di era informasi. Berbicara tentang pola pengasuhan islami, beliau menyebutkan beberapa contoh masalah yang sederhana namun hampir selalu menjadi pertanyaan yang timbul di benak para orang tua. Salah satunya bagaimana mengajarkan anak shalat dan mengaji tanpa paksaan. Di sisi lain adanya perasaan khawatir jika tanpa paksaan prosesnya akan menjadi terlalu lama. Ditambah lagi, ada batas usia wajib shalat dan mengaji, yang membuat orang tua merasa terburu waktu.

Moderator- Ibu Elvira-, merangkum semua cerita yang diungkapkan para panelis dan beberapa pertanyaan dari hadirin maupun yang masuk melalui media sosial. Kemudian Mr. Sayed Hyder dan Bapak Irfan Amalee mengungkapkan beberapa cerita yang dapat kita ambil hikmahnya. Hal ini sekaligus sebagai jawaban terhadap berbagai keraguan yang kita rasakan dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Berikut beberapa poin penting yang kami coba sarikan dalam diskusi tersebut:

1. Mengajarkan Shalat dan Mengaji

Ada dua hal yang sering menjadi kesalahan umum orang tua ketika mengajarkan anak untuk beribadah. Pertama, kita cenderung keras untuk hal ini. Sedangkan yang kedua -yang bisa jadi merupakan sebab dari alasan sebelumnya- adalah Hadits yang menjadi dasar untuk kita mengajarkan ibadah. Yaitu hadits yang mengatakan bahwa ketika anak mencapai usia 7 tahun anak harus diajarkan shalat dan jika sampai umur 10 tahun masih belum shalat, maka boleh dipukul.

Kita akan membahas yang ke-dua terlebih dahulu. Mengacu pada hadits tersebut, artinya Allah memberikan waktu 3 tahun untuk orang tua mengajarkan anak untuk shalat. Dalam sehari kita shalat sebanyak 5x, jika dalam 1 tahun ada 365 hari, berarti dalam kurun waktu 3 tahun kita shalat sebanyak 5.475 kali. Pertanyaannya, sebelum kita memukul anak di usia 10 tahun, apakah kita yakin sudah mengingatkan anak untuk shalat sebanyak 5.475 kali?

Artinya, sebelum kita menghukum anak, sudahkah kita mengajarkan dan mengingatkan mereka dengan baik?

Anak-anak, terlebih di era saat ini, berpikir secara luas dan logis. Maka dari itu, mereka biasanya akan selalu melihat sebab akibat dari suatu peristiwa. Lalu jika setiap meminta anak shalat kita berubah menjadi orang tua yang galak dan berteriak, bagaimana pendapat anak tentang Shalat dan mengaji?

Mengingatkan anak shalat-pun ada cara efektifnya dibanding membentak atau menyuruh secara otoriter. Setelah selesai shalat biasakan kita memanggil anak kita, memeluknya, mendoakannya, baru mengingatkannya dengan baik untuk shalat. Ciptakan momen ini setiap saat. Buatlah shalat sebagai sebuah kegiatan yang membuat anda menjadi seseorang yang lebih baik (bukankah memang seharusnya begitu?). Sehingga dimatanya, shalat adalah sebuah kegiatan yang baik

2. Tauhid

Pendidikan tauhid dan akhlak sering dilihat sebagai sesuatu yang berat. Padahal jika kita menyadari bahwa seharusnya Tauhid dan Akhlakul Karimah adalah 2 hal yang harus melekat pada jiwa muslim. Konsep ketauhidan pada diri orang tua yang juga sering salah, membuat pendidikan tauhid menjadi sesuatu yang sulit. Jika kita sakit, kita akan minum obat, jika kita tidak sembuh baru kita berdoa. Sesungguhnya ketauhidan berarti ketika kita sakit, kita beristighfar dan berdoa pada Allah agar dibantu ditunjukkan jalan terbaik untuk memilih obat untuk menyembuhkan penyakit ini.

Begitu juga tentang pengasuhan dan pendidikan anak. Kita harus senantiasa mencari petunjuk kepada Allah “Ya Allah saya tau saya tidak mampu mendidik dengan baik, maka bantu saya mendidik anak ini”. 

Pendidikan tauhid pada anak juga dapat diajarkan lewat hal sangat sederhana seperti ketika anak ingin dibelikan sesuatu. Dibanding menurutinya, kita ajak dia berdoa kepada Allah agar dia dan orang tuanya diberikan rezeki untuk membeli apa yang dia mau. Hal ini menanamkan padanya bahwa kebaikan itu selalu datang dari Allah swt.

Hal yang sama mengenai akhlak, penanaman akhlakul karimah harus menjadi perhatian utama orang tua dan guru. Islam saat ini dilihat sebagai agama yang keras. Padahal diatas segalanya Rasulullah adalah utusan Allah paling sempurna yang menanamkankan prinsip welas asih dan juga cinta kasih. Jangankan dengan sesama muslim, dengan musuh Islam pun Rasul menunjukkan sikap baik. Sehingga kita harus mencoba sebisa mungkin menanamkan sikap baik terhadap anak-anak. 

Satu hal yang harus diingat, bahwa penanaman pendidikan agama ataupun disiplin positif ini harus disertai dengan penanaman hal yang sama kepada diri kita sendiri.

3. Sikap terhadap Anak dan Disiplin dalam Islam

Islamic parenting adalah mendidik anak sesuai fitrahnya, perkembangan emosinya dan sesuai kebutuhannya. 

Dalam Hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda: ”Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka dia tidak akan dikasihi. Dalam konteks yang lebih luas, Hadits tersebut dapat diartikan bahwa apabila kita menginginkan anak yang berkarakter pengasih, maka harus dimulai dari orang tua yang selalu mengasihi dan menyayangi anak-anaknya.

“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”. Dari kutipan yang sering kita dengar ini, kita dapat mengetahui bahwa dalam Islam, sangat penting untuk menyesuaikan cara mendidik dengan perkembangan zaman. 

Kemudian menurut Ali bin Abi Thalib r.a, ada 3 pengelompokan dalam memperlakukan anak, yang disesuaikan dengan usia:


a. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja.

Ini maksudnya menjaga dan memastikan kebutuhan fisik dan emosinya terpenuhi. Pada masa ini pula anak sedang masa keemasan. Di mana dia akan menyerap semua hal yang diajarkan dan dilihatnya. Maka semua perilaku baik kita akan tertanam baik dan membantu membentuk karakternya.

b. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.

Kedudukan tawanan dalam Islam sangatlah terhormat, ia mendapatkan haknya secara proporsional namun juga dikenakan berbagai larangan serta kewajiban.

Inilah dimana saatnya anak mengetahui hak dan kewajibannya, tentang akidah dan hukum agama baik yang diwajibkan maupun yang dilarang. Hal-hal tersebut diantaranya: mengerjakan sholat 5 waktu, memakai pakaian yang bersih, rapi, dan menutup aurat, menjaga pergaulan dengan lawan jenis, membiasakan membaca Al-Qur’an, serta membantu pekerjaan rumah yang sesuai dengan kemampuan anak. Pada tahap ini anak juga mulai menerapkan kedisiplinan sehari-hari.

Mengenai penerapan disiplin sendiri, kedua narasumber acara kali ini menyatakan bahwa penerapan disiplin yang paling sejalan dengan prinsip islam adalah disiplin positif.

c. Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.

Usia 15 tahun adalah usia umum saat anak menginjak akil baligh. Sebagai orang tua, kita sebaiknya memposisikan diri sebagai sahabat dan memberi contoh atau teladan yang baik seperti yang diajarkan oleh Ali bin Abi Thalib Ra. 

Mengenai tahap ini dan penerapan positif disiplin pada anak remaja akan dibahas pada kesempatan yang lain. Secara ringkas, mendidik anak secara islami adalah dengan pola asuh yang penuh kelembutan namun tetap memperhatikan batasan-batasan agama, Kind but Firm.

4. Mengajarkan Agama = Pendoktrinan, betul atau tidak?

Pendoktrinan adalah memberitahu kewajiban dan larangan secara gamblang dan satu arah tanpa memberikan alasan dan bahkan mempertimbangkan sisi intelektual (IQ) dan emosi (EQ) anak. 

Sementara mendidik anak secara islami utamanya adalah dengan memberikan contoh yang baik. Orang tua dan guru sebagai Role Model anak dalam berbuat baik. Salah satu cara untuk memberikan contoh adalah dengan membangun hubungan positif dengan anak. Komunikasi yang baik serta membangun kepercayaan anak adalah hal penting yang paling mendasar untuk selanjutnya dapat mendidik anak dengan cara islami.

Dengan menciptakan kebiasaan untuk berkomunikasi secara terbuka dan berdiskusi tentang berbagai hal, dipercaya dapat membangun fondasi yang lebih kuat dari sekedar hafalan, pengulangan, larangan dan anjuran. Proses panjang yang dilakukan akan memakan waktu namun insya Allah memberikan penanaman konsep yang kuat bagi anak. 

Pola berpikir kritis pada anak perlu dilatih dan difasilitasi. Orang tua pun harus terbuka, mau mengakui ketidaktahuan, sehingga anak akhirnya merasa menemukan hal baru yang ia cari. Ini juga secara tidak langsung akan memaksa orang tua atau guru untuk terus belajar tentang dunia Islam, karena biasanya anak kecil memiliki pertanyaan-pertanyaan yang diluar akal orang dewasa.

5. Pola Pengasuhan Islami

Ketika seorang ibu mengandung, tidak banyak intervensi yang kita lakukan terkait pertumbuhan anak. Kita hanya bisa mendukung kesehatannya dengan makan makanan sehat dan hal-hal lain yang sifatnya hanya dukungan, sisanya kita serahkan kepada sang Maha Pencipta. Mengasuh-pun seperti itu, tidak perlu terlalu banyak intervensi dan kontrol berlebihan. Allah bekali kita cinta dan itulah yang harus kita jadikan acuan.

Ketika masih mengandung kita makan makanan bergizi, maka ketika sudah lahir pun kita tetap harus memberinya makanan bergizi. Saat mengandung berpikir yang baik-baik, maka ketika anak lahir pun berkata yang baik-baik. Ketika mengandung kita akan berhati-hati untuk tidak melukainya, dan saat sudah lahir pun kita cari cara agar tidak melukai baik secara fisik maupun batin.

Banyak orang tua bingung dan kesulitan mendidik dan mengasuh anak, terutama secara islami. Banyak keluhan bahwa punya anak itu sulit karena tidak ada buku petunjuknya. Semua teori pendidikan dan pengasuhan tidak bisa begitu saja diaplikasikan sebagai “petunjuk penggunaan” untuk mendidik anak. 

Buku petunjuk pengasuhan anak secara islami adalah: Rasa Cinta. Cinta kita terhadap Allah dan Rasul adalah yang patut menjadi dasar cinta kita terhadap anak. Setiap kali membaca buku pengasuhan, atau mengikuti seminar, sempatkan juga tengok ke dalam diri kita, ukurlah kadar cinta kita, dan selalu mintalah petunjuk Allah. 

Pada prinsipnya, anak adalah makhluk Allah. Allah menciptakan kita sebagai penjaga. Kita berusaha untuk menjaganya sebisa mungkin, namun jika kita suatu saat kita meninggal dunia dan meninggalkan mereka pastinya, apa lagi yang bisa kita lakukan? 

Jawabannya, Allah-lah yang akan menjaga anak kita. Oleh karenanya, menjadi sangat esensial bagi kita untuk menciptakan koneksi antara kita dengan Allah, dan anak dengan Allah. 

Berikan anak pengalaman bermakna tentang Allah. Selalu rujuk kembali ke agama untuk setiap permasalahan yang dihadapi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ketika anak ingin sesuatu, ajak ia untuk berdoa. Ketika anak bertanya tentang sesuatu, sisipkan cerita dari Alqur’an/hadits. Ketika membacakan cerita yang baik, kaitkan dengan cerita nabi/rasul. Agama Islam adalah agama yang sempurna. Biasakan untuk menjadikan Agama sebagai pegangan hidup kita agar anak-anak memiliki koneksi dan ketergantungan dengan agama.

Jadi pola pendidikan dan pengasuhan islami tidak berhenti sampai di pembiasaan shalat dan hafalan mengaji, melainkan untuk melibatkan Allah dalam setiap detik hidup kita. 

Penutup

Demikianlah ringkasan dari diskusi yang dilakukan pada acara tanggal 18 Januari silam. Ringkasan ini juga dilengkapi dengan beberapa penjelasan dari beberapa pertanyaan yang masuk melalui media sosial maupun nomor telepon resmi sekolah.

Masukan serta Saran untuk acara QT with Parents kali ini, silahkan klik disini.

WA: 081389257784

IG: @lazuardigcs

Lazuardi Global Compassionate School, Experience Joyful Learning